Pernah dengar ceramah Ustadz. Waktu kita salat itu bisa diibaratkan seperti kita berqurban.
Tepat di awal waktu, berjamaah di masjid (terutama bagi laki2). Bisa diibaratkan kita qurban unta. Lalu setelah itu, misal tidak jamaah di masjid, salatnya setelah jamaah masjid bubar, mungkin seperti qurban sapi/kerbau. Lebih akhir lagi, qurban kambing. Semakin lambat/akhir lagi waktu salat, seperti qurban ayam. Lebih parah lagi, salat di akhir waktu, qurban telur. Paaalliing akhir, mendekati waktu salat berikutnya, seperti qurban cangkang telur.
Coba bayangkan, semakin akhir kita salat setelah adzan berkumandang, qurban kita semakin kecil dan tidak bernilai. Memang, batas pelaksanaan salat adalah hingga masuk waktu salat berikutnya. Tapi, coba pertimbangkan lagi, pahala seperti apa yang kita dapatkan jika kita mengakhirkan salat? Berapa menit sih salat dibanding aktivitas lain yang kita lakukan seharian? Sampai segitu entengnya kita melalaikan salat? Padahal, salat itu waktunya kita istirahat dari kegiatan harian. Waktunya kita ngobrol sama Allah. Maka jangan dipandang sebagai beban. Tapi lihatlah itu sebagai bentuk rindunya Allah kepada hambaNya. 5x sehari. Segitu inginnya Allah berinteraksi sama kita. Kita dipanggilin terus.
Coba resapi dengan hati. In syaa Allah, akan terasa betapa Allah sayang banget sama kita. Pingin selalu dengar curhatan kita, doa dan permohonan kita. Pingin ngobrol sama kita. Allah aja ga bosen dengerin permintaan kita masa kita yg butuh Allah males malesan datangnya. Gimana mau dikabul doanya?
Aku pribadi, terbiasa memberi batasan maksimum untuk waktu salat.
Subuh ga boleh sampai menyentuh matahari terbit. Karena ibadah yang dilakukan ketika matahari terbit seperti para penyembah matahari. Malah aku senang bangun sebelum subuh (tahajjud) buat me time ku juga. Karena suasananya masih sepi, mau ngapa2in ga ada interupsi (bocil, wkwk). Mau ngaji dulu setelah tahajjud sambil nunggu subuh, hayuk. Jurnaling, hayuk, sambil susun plan hari itu. Baca buku juga OK. Di waktu subuh ini juga seringnya aku quran journaling. Baik sebelum atau sesudah subuh. Karena habis baca quran tuh biasanya suka ada aja gitu yang pingin dikaji, ditaddaburi. Kadang suka aku share juga. Hehe..
Dzuhur, semaksimal maksimalnya jam 2. Lewat dari itu, LALAI.
Ashar maksimal jam 5 sore. Lewat dari itu, hampir mendekati maghrib juga ga boleh. Katanya waktunya setan atau apalah. Karena waktu pergantian siang/sore ke malam itu waktu keluarnya setan.
Maghrib maksimal jam set 7.
Isya adalah waktu salat yang paling panjang. Karena batasnya sampai ketemu subuh lagi. Tapi, aku malah lebih suka Isya di awal waktu. Nggak nunggu waktu tidur. Karena salat kalau udah ngantuk itu nggak khusyuk. Pikirannya udah pingin tidur aja. Jadi, aku salat Isya di awal waktu, kalau ngantuk tinggal tidur. Cobain dan biasakan, deh. Nikmaaaatt banget. Pokoknya lega aja gitu kalau udah Isya tuh. Kan adzan jam 7an. Udah deh, kita mau istirahat, nyantai, nonton, baca buku, family time. Terserah deh ngapain aja, terus kalau udah ngantuk, tinggal tidur. Nggak ada tanggungan salat lagi.
Batasan-batasan waktu yang aku terapkan secara pribadi itu hasil pembiasaan dan pendisiplinan dari mamaku soal waktu salat dari kecil. Alhamdulillah.. Jadi terbiasa hingga dewasa. Yaa pernah ada khilafnya juga, sih. Namanya juga manusia. Tapi, kalau udah terbiasa kasih batasan begitu, kalau lewat waktu, jadi merasa bersalah, nyesel, dan malu. Kok bisa sampe di akhir waktu dari tadi ngapain aja. Pasti ada yang salah manajemen waktunya. Huhuhu..
Well, sekadar sharing thoughts dadakan soal waktu salat ini. Tiba-tiba ingat dengan apa yang pernah aku dengar dari Ustadz lain tentang bahasan ini. Dan soal dalilnya, aku belum cari. Mungkin next akan aku cari bahasan lebih dalamnya. Wallahu a'lam. Tapi menurutku, pengibaratan ini bisa jadi semacam pemikiran bebas supaya kita ada gambaran perbandingan antara salat di awal waktu dan di akhir waktu.
Wallahu a'lam bisshowaab.
Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment