Monday, October 27, 2025

Ada Uang Dingin? Nggak Ada, Lagi Diangetin!

Lu ada uang dingin, nggak?”

“Nggak ada, lagi gua angetin!”

Wkwkwkk..

Maaf kalau VT yang aku share agak kasar yaaa.. Hehe.. Biar kuperhalus..

Mungkin ini banyak terjadi di sekitar kita, jadi, buat yang mungkin pernah ngalamin kasus begini, ini bisa bantu jabarin.

Aku yakin banyak dari kita yang sebenarnya punya atau ada uang simpanan di luar uang kebutuhan. Tapi bukan berarti kita bisa kasih pinjam ke orang-orang yang mungkin masih struggle keuangan, kan?

Kelapangan, kenikmatan, kesenangan, atau apapun dan bagaimanapun kenyamanan yang saat ini orang lain lihat ada padaku adalah anugerah dan karunia yang sangat besar yang Allah berikan kepadaku. Tapi untuk mendapatkan semua ini pun aku harus melalui berbagai hal di masa lalu. Perjuangan, kesabaran atas ujian dan cobaan.

Waktu aku share makanan enak yang kumakan, mungkin ada yang melihatnya sebagai pamer kenikmatan. Tapi apa kalian tau, aku pernah ada di titik makan cuma pakai nasi dan garam? Yaa mungkin anak-anak lain juga banyak yang merasakan, tapi keadaanku waktu itu karena benar-benar nggak punya makanan, bukan karena doyan (karena ada anak-anak yg memang doyan makan nasi pkai garam aja, kan).

Atau di suatu waktu mamaku Cuma pegang uang dua ribu, waktu lapar siang hari blio belikan uang dua ribu itu mi gelas tapi ternyata ketika diseduh bumbunya sudah mengeras dan ketika kami makan (iya, mi gelas satu, dimakan berdua pakai nasi) kuahnya sudah asam, ternyata mi nya sudah kadaluwarsa.

Atau ketika aku share jalan-jalan,

“Enak, lu, mah bisa ke sini ke situ”

Tapi apa kalian tau, dulu jaman sekolah aku nggak pernah jalan-jalan kecuali ada study tour dari sekolah? Karena keluargaku ga ada budget buat jalan-jalan, kecuali mudik yang itupun tidak setiap tahun. Study tour itupun uangnya harus ditabung dari jauh-jauh hari.

Ketika aku pamer beli buku yang mungkin buat sebagian banyak orang mahal karena, mungkin, nggak ngenyangin lah, satu buku seratus ribu, bisa buat beli yang lain. Tapi buatku, buku juga kebutuhan. Buku itu makanan buat otakku, batinku, jiwaku..

Kadang, memang, aku secara frontal bilang, misal, “Mau pamer buku, ah” atau apapun kata yang mungkin terkesan sombong, itu murni bercandaan karena kuanggap yang liat statusku teman. Sosmed, WA, atau apapun yang menghubungkan kita itu media berteman dan mencari teman, kan? Kalau kalian nggak bisa ikut senang atas kesenangan yang teman kita rasakan apa masih bisa dibilang teman? Manusia memang beresiko iri dan dengki, tapi yang jahat akan menunjukkannya, sementara yg baik akan menahannya. Bukan karena munafik, tapi ia menjaga perasaan temannya.

Dari semua share-an buku yang sekarang bisa aku beli, ada masanya dulu aku Cuma bisa pinjam di perpus atau dari teman. Kalau beli buku Cuma pas cuci gudang penerbit yang satu bukunya Cuma sepuluh ribuan. Kalau sekarang Allah mampukan aku beli buku harga ratusan ribu, bisa jadi itu reward atas kesabaranku bertahun-tahun dulu, kan? Apa aku nggak boleh menikmatinya?

Makanya ketika ada yang bilang,

“Jangan iri melihat kenikmatan yang dirasakan orang lain karena kita nggak pernah tau apa yang sebelumnya Allah ambil darinya”

Dan itu memang benar.

Makanya aku pun menerapkan itu ke diri aku sendiri. Aku berusaha nggak jadi sumber ‘ain untuk siapapun. In syaa Allah aku akan selalu senang melihat kenikmatan yang dirasakan teman-temanku. Kalaupun ada hal yang aku inginkan seperti mereka, aku berdo’a langsung ke Allah supaya bisa merasakan nikamat yang sama tanpa mengurangi nikmat yang mereka rasakan. Karena adabnya memang begitu.

Pencapaiannya, prestasinya, atau bahkan hal-hala kecil yang bikin mereka bahagia, In syaa Allah aku akan ikut berbahagia. Karena aku nggak tau perjuangan dan kerja keras mereka sperti apa di balik layarnya. Jadi, atas dasar itu, aku pun berharap teman-teman bisa ikut merasakan kesenangan yang orang lain rasakan. Bukan Cuma aku.

Dan untuk kasus pinjam meminjam. Jujur, aku kurang nyaman ketika ada yang mengandalkan aku. Bukan sekali dua kali. Bahkan gaji suamiku sudah diklaim untuk dipinjam sebelum tanggal gajiannya. Jujur, ya. Aku tersinggung.

Aku, istrinya, yang setiap hari ngurusin, setiap malam tirakatin, do’ain, dari sebelum subuh udah sibuk di dapur nyiapin masakan dan perbekalan. Belum megang gaji suamiku, trus ada orang, sebelum tanggal gajiannya, udah mau klaim dengan alasan minta tolong? Lebih dari sekali? Bahkan suamiku aja belum nerima hasil kerja kerasnya sebulan. Blio yang begadang kalau lagi banyak kerjaan. Blio yang beban pikiran kalau lagi ada tekanan dari atasan, blio yang pergi pulang jauh-jauh setiap harinya. Iya, nanti pas suaminya gajian langsung diganti. Tapi ya kenapa nggak belajar atur uang belanja sampai ke tanggal gajian suaminya sendiri? Kenapa harus gaji suamiku yang buat bantu talangin? Sekali dua kali masih aku kasih, tapi kalau dijadikan andelan begini aku nggak bisa. Nanti kebiasaan.

Dengan kelapangan yang sekarang aku rasakan, In syaa Allah, aku senang berbagi, tapi aku nggak suka dimanfaatkan. Aku bisa bedakan mana yang beneran butuh dan mana yang menjadikan aku andelan. Aku juga pernah pinjam uang, minta talangin teman atau sejenisnya, lah. Tapi nggak setiap bulan, nggak dijadikan kebiasaan. Karena orang lain juga punya kebutuhan, orang lain juga pingin menikmati hasil kerjanya. Jangan lah diganggu dengan kasus pinjam meminjam. Merusak kebahagiaan. Apalagi kalau nggak bisa dikabulkan malah julid ketika orangnya menikmati hasil kerja kerasnya. Misalnyaaaa..e


Seringkali kasus pinjam meminjam ini merusak silaturahmi. Hubungan yang tadinya baik-baik saja jadi rusak karena masalah uang. Aku sendiri sebisa mungkin menghindari hutang jadi aku juga nggak mau dihutangin.

Mohon maaf dan terima kasih 🙏

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

0 komentar: