Sunday, August 31, 2025

Museum Teman Baik

Ketika melihat Pak @aniesbaswedan membeli buku "Museum Teman Baik" di salah satu postingan @post_santa, judul bukunya membuat ku tertarik. Jujur saja @post_santa menjadi salah satu book shop indie yang ingin kukunjungi karena sering kutemukan ulasannya diantara teman-teman bookstagram. Selain itu, post santa juga penerbit indie. Jadi kulihat ada keistimewaan disitu, mungkin banyak penerbit indie lainnya tapi yang dering dibahas diantara bookstagram Jabodetabek, ya post santa ini. 

Awalnya, ku kira buku ini benar-benar membahas tentang museum persahabatan. Karena covernya bergambar barang-barang berupa seperti perjamuan teh dengan latar belakang hitam putih. Mungkin jika ada yang tau, ada museum mantan yang menampung barang-barang pemberian mantan pacar yang ingin dilupakan, heheh.... Kukira akan seperti itu juga bahasan buku ini. Semacam kumpulan foto dari sahabat baik.

Ternyata, begitu dibuka aku disuguhkan cerita tentang manusia-manusia yang bersahabat dengan berbagai alur ceritanya.

Ada cerita yang berjudul "Semalam Lagi di Bianglala." Awalnya kukira Bianglala disini adalah Bianglala permainan yang biasa ada di pasar malam atau taman bermain. Ternyata setelah dibaca, Bianglala adalah nama Warung makan dekat sebuah gedung tua di kota D yang bergaya khas arsitektur jengki. 

Inti ceritanya, adalah tentang dua sahabat yang dahulu berteman lalu berpisah karena pertengkaran. Mungkin terdengar Klise, tapi ada satu kutipan yang tiba-tiba menyadarkan ku akan suatu keadaan yang selama ini tersimpan dan belum terselesaikan.

"Tidak apa-apa, ikatan persahabatan memang tidak bisa dipaksakan" Hlm. 7


Kalau boleh aku bercerita, dulu, di usia sekitar 5 tahun aku pindah dari kontrakan ke rumah tinggal yang sampai saat ini aku tempati. Jiwa anak-anak yang suka berpetualangan begitu kuat sehingga saat masih baru pindahpun dengan keadaan belum mengenal siapa-siapa, aku berkelana pergi keluar rumah, mengitari komplek sekitar untuk mencari teman. 

Awal-awal tidak langsung kutemukan. Tapi hari berlalu dan akhirnya aku berkenalan dengan anak perempuan berambut panjang, berlesung pipi, mengingatkan akan sosok Tasnya Kamila, penyanyi cilik yang sangat terkenal pada masa itu. Dari situ akupun mulai bertemu anak-anak lainnya. Selain anak perempuan berlesung pipi itu, aku pun dikenalkan dengan anak perempuan lain yang sampai saat ini masih ku ingat penampilannya. Anak perempuan berbadan kurus, berambut pendek lurus dengan poni yang agak panjang hampir menutupi dahi. Sehari-hari baju kesukaan yang sering dipakainya adalah setelan saras 008, power ranger, atau tokoh hero apapun yang sedang ramai tayang di TV. Jarang sekali kutemukan ia mengenakan baju terusan atau dress feminim seperti anak perempuan kebanyakan.

Sejak saat itu, kami bertiga secara tidak langsung menjalin persahabatan. Tidak selalu dalam keadaan baik. Awal-awal justru kami sering bertengkar. Ledek-ledekan, persaingan, bahkan rela rebutan segala macam mainan. Lebih seperti kucing liar yang rebutan makanan. Lebih banyak ributnya dari pada sayang-sayangan. Aku bahkan ingat pernah ditahan disebuah teras rumah kosong dan ditaburi dedaunan sambil ditakut-takuti ada setan. Untung saja waktu itu masih siang. 

Bertahun-tahun berlalu, meski sedari kecil kami suka bertengkar, beranjak remaja hingga dewasa membuat perasaan kamipun kuat terhubung. Hingga pada akhirnya terjadi suatu momen di mana aku meminta si anak kurus untuk menjadi bridesmaid di pernikahanku. Aku menitip pesan melalui temanku karena aku bekerja dan jarang di rumah sementara ia belum ada pekerjaan dan selalu di rumah tapi tidak pernah keluar dan bersosialisasi. Tapi pesanku dijawab dengan "kalau dia yang butuh ya ngomong langsung, lah" yang membuatku tersentak dan tidak menyangka akan mendapat respon seperti itu.

Jujur aku terluka. Tapi saat itu aku hanya bisa kesal sendiri dan tidak melakukan apa-apa. Singkat cerita, semakin kesini aku menyadari sikapku yang berusaha biasa saja ternyata justru tidak dihargai. Di posisi yang sebenarnya aku yang sakit hati justru jadi pihak yang selalu diabaikan. Jika ada kesempatan bertemu atau sekedar saling sapa, aku yang selalu menyapanya duluan, pun ketika ada kesempatan lebih panjang aku yang memulai obrolan sementara responnya hanya asal-asalan. 

Puncaknya adalah ketika ada acara di gang dan banyak tetangga ikut keluar, bantu persiapan atau sekedar duduk duduk di tenda yang sudah terpasang. Di situ ada dia dan keponakannya yang sedang menunjukkan gelang buatannya. Aku ikut nimbrung, mencairkan suasana dengan bertanya-tanya; apakah gelangnya di jual? Buat berapa? Dan lain-lain. Ketika ia sedang bicara dengan keponakannya akupun ikut menimpali. Tapi, lagi-lagi aku diabaikan dan tidak dihargai.

Dirumah, mama bilang beliau memperhatikan kejadian tadi. Dan beliau bilang beberapa hari yang lalu tanpa sengaja beliau menemukan short video yt dimana seorang ustadz membahas, jika kehadiran kita sudah tidak dihargai, maka sebaiknya kita mengambil sikap dan menjaga jarak. Tunjukkan bahwa kita punya harga diri. Tidak perlu terlalu berbaik hati untuk tetap peduli. Kita tidak memutuskan silaturahmi tetapi kita harus tau dimana sebaiknya mengambil sikap dan menjaga jarak. Setelah bertahun-tahun berusaha tetap menghargai persahabatan yang pernah ada tapi ternyata diabaikan, yasudah, tidak ada lagi alasan untuk meneruskan. Kalau dia saja tidak peduli, kenapa aku harus? Masih banyak orang yang lebih tau diri, lebih bisa menghargai. Bukan sok merasa dibutuhkan dalam pertemanan. Toh, dari dulu juga ia banyak tidak cocok dengan orang-orang di sekitarnya karena karakternya sendiri.

Postingan ini menandai sikapku untuk melepaskan dan menyadari bahwa suatu pertemanan bisa saja berakhir dan tidak perlu dipaksakan. Biarlah interaksi yang pernah terjalin menjadi cerita, pelajaran, pengalaman dan kenangan.

Ps.
Salah satu alasan, sebagai perbandingan, kenapa aku bisa sekecewa itu. Karena di sisi lain, ada teman yang tanpa aku minta, sebelum aku mengontaknya, ATAS INISIATIFNYA SENDIRI, DIGERAKKAN HATINYA ATAS DASAR PERTEMANAN, MENAWARAKAN DIRI dengan chat: "May, kalau ada butuh apa-apa, bilang aja, ya. Kalau gw bisa, gw usahain, gw bantu, jangan sungkan, yaa" 
Rasanya, nyesssss, tau, nggak. Aku langsung yang terharu sekaligus senang, tapi juga miris.

Konteksnya sama temanku yg satu ini, kita satu SD, sama, waktu SD mah ribut mulu, saingan malah di kelas, sudah dewasa terpisah jarak, tapi dia masih suka pulang ke rumah orang tuanya (tetanggaan juga), akrab banget tapi chat pun kita jarang karena kesibukan masing-masing (yang ini malah sibuk beneran) tapi dia meluangkan waktu buat sekadar chat menawarkan bantuan. Sementara yang aku pikir bakal dengan senang hati membantu dan ikut terlibat di pernikahanku malah ngasih respon SONGONG bin SOMBONG. Allahuuuu Akbar!

Ketika aku masih tetap berusaha mempertahankan hubungan baik atas dasar menghargai yang katanya "persahabatan" dan diabaikan mentah-mentah, wah gila sih, terlalu baik gue selama ini! Salah memperjuangkan orang! Bertahun-tahun pula 😌🫠 But maybe that's the lesson learned. To be mindful in choosing which worth to be kept and to be thrown. Sorry to say.

0 komentar: