Thursday, October 16, 2025

Monday, October 13, 2025

Menjadi Dewasa Ternyata Semelelahkan Itu

Sungguh, tidak terasa, dua bulan lagi kita akan memasuki tahun 2026. Begitu banyak yang sudah terjadi dan juga saya lewati. Alhamdulillah, sejauh ini tidak ada penyesalan. Meskipun ada beberapa hal yang tidak bisa dilaksanakan, atau terlambat dilakukan, tapi aku percaya, memang begitulah alurnya harus berjalan. Bisa saja yang terhambat karena ada khila yang saya lakukan, tetapi ada juga yang terasa sangat cepat Allah kabulkan dan hadirkan apa-apa yang saya inginkan. Sungguh, syukur ini terasa tidak pernah cukup untuk saya ucapkan atas segala rahmat Allah yang sudah Ia curahkan.

 

Baru semalam, aku menemukan sebuah postinga, bahwa sesungguhnya, tidak ada manusia yang tau apa yang akan ia lakukan di hari esok. Meskipun bisa jadi malam sebelumnya sudah kita rencanakan, itupun seringkali ada kejadian-kejadian yang pada akhirnya memengaruhi apa yang pada hari itu terjadi. Seperti saat ini.

 

Semalam, aku sudah membayangkan beberapa kegiatan atau to do list yang ingin dilakukan, tetapi saat tiba waktunya, ada perubahan yang harus disesuaikan.

 

Aku ingat saat awal-awal mendengar isu soal Gaza dari mamaku sewaktu kecil. Digambarkan rakyat Gaza adalah orang-orang pemberani. Yang melawan penjajah hanya bermodal batu. Mereka menimpukkan batu ke tank-tank militer Israel. Setelah bertahun-tahun, sama sekali tidak terbayangkan bahwa aku akan mengalami juga tahun-tahun di mana berita penjajahan ini memuncak. 7 oktober 2022 akan menjadi tanggal bersejarah saat pertama kali melihat berita komandan militer Israel ditangkap, dengan keadaan memakai kolor pendek. Ada rasa membuncah di dada saat melihatnya. Tapi kemudian keadaan naik turun. Gencatan senjata lalu perang lagi. Pertukaran tahanan, berita penyiksaan yang tidak manusiawi, seolah semua siksa neraka sudah diwujudkan oleh para tentara IDF itu terhadap tahanan palestina. Yang bahkan mereka ditahan pun tidak ada alasannya.

 

Terakhir soal isu global sumud flottila. Yang pada akhirnya menggerakkan dunia untuk mmemberikan bantuan kemanusiaan langsung kepada rakyat Gaza karena bantuan sebelumnya mereka tahan. Sempat ada isu gencatan senjata lagi, tapi seperti yang sudah-sudah terjadi, Israel tidak pernah menepati janji.

 

Lelah, dengan segala keadaan yang ada. Kadang berpikir harus seperti apalagi kita berupaya. Wajar saja semakin ke sini rasanya orang-orang semakin aware dengan mental helath. Karena ternyata, menjadi dewasa semelelahkan itu. Exhausted. Rasanya sudah drowning banget ngadepin isu-isu palestina ini. Tapi kalau kita saja lelah, apalagi mereka yang menghadapinya secara langsung. Sungguh, hanya Allah yang bisa menolong mereka. Kalau bukan Alah yang menguatkan, mungkin saat ini Plaestina sudah benar-benar musnah.

Saturday, October 11, 2025

Review Buku "A Thousands Splendid Sun" karya Khaled Hosseini



Kalau ada yang mau baca bukunya Khaled Hosseini, aku merekomendasikan teman-teman baca The Kite Runner dulu baru baca A Thousand Splendid Suns. Karena banyak hal yang sudah di jelaskan di The Kite Runner, disini cuma di mention tanpa keterangan. Bisa dikatakan, A Thousand Splendid Suns adalah spin off nya The Kite Runner. Kalau The Kite Runner tokoh utamanya laki-laki, disini tokoh utamanya perempuan.

Disini kita akan melihat, bahkan untuk melarikan diri dari peperangan, laki-laki lebih punya privilege daripada perempuan. Seperti halnya Maryam dan Laila. Tinggal mereka sekarat, kaburpun mereka tak mampu.

Tapi aku seneng, Maryam dan Laila saling menemukan. Maryam mendapatkan cinta tanpa pamrih yang tak pernah ia rasakan. Dan Laila mendapatkan bahu tempat bersandar, pengganti kasih ibu yang tak pernah ia dapatkan.

Maa syaa Allah,, keren reviewnyaaa.. Mba @HestiSelfiana Jazakillahu khayr
---
Buku-buku Khaled Hosseini dapat dibaca secara terpisah karena memiliki cerita dan karakter yang berbeda, meskipun sama-sama berlatar di Afghanistan. Rekomendasi membaca The Kite Runner terlebih dahulu didasarkan pada pandangan bahwa beberapa konteks di A Thousand Splendid Suns akan lebih mudah dipahami jika pembaca sudah mengetahui latar belakangnya dari novel pertama. Ada pendapat bahwa A Thousand Splendid Suns bisa dianggap sebagai "spin-off" karena ceritanya berfokus pada karakter perempuan, yaitu Maryam dan Laila, dan menyoroti perbedaan hak istimewa antara laki-laki dan perempuan dalam kondisi perang, 

Perbandingan antara The Kite Runner dan A Thousand Splendid Suns

The Kite Runner
: Berfokus pada persahabatan antara Amir dan Hassan, tokoh utamanya adalah laki-laki, dan latarnya di Afghanistan saat terjadi perubahan politik hingga perang dengan Uni Soviet. 

A Thousand Splendid Suns
: Berlatar dari tahun 1960 hingga 2003, dengan fokus pada kehidupan dua perempuan, Maryam dan Laila, dan menyoroti perjuangan mereka di bawah pemerintahan yang berbeda. Novel ini menekankan isu-isu yang dihadapi perempuan, termasuk keterbatasan mereka untuk melarikan diri dari situasi sulit. 

Monday, September 22, 2025

Books and Review Papermoonpages Library

Psychology of Money

The things you can see only when you slowdown

Museum teman baik

Mansfield Park

The prophetic wisdom

Seorang pria yang melalui duka dengan mencuci piring

Love for imperfect things

On palestine

Sea prayer & kite runner

Usus yg menakjubkan

Deal with your budget

Keajaiban toko kelontong namiya

Life on the refrigerator door

Home sweet loan

Aku bukannya menyerah hanya sedang lelah

Midnight library

How to stop time

Khadijah Fatimah

A Thousands Splendid Sun

The Sea Cloak


Hal-hal yang Belum Kita Terima Saat Kita Dewasa

Friday, September 19, 2025

The Potential Harm for Editing Personal Photo with AI

https://www.instagram.com/reel/DOiXTwrjKL-/?igsh=ZnVxdHlmMWg1NzZo

That is why, until now, I still refuse to edit my personal photos with AI. We don’t know what the future holds. Editing our own photos—or those of our children—makes them vulnerable to potential misuse. We cannot read the minds or the malicious intentions of people who might gain access to such files.

I once read that in the future, collections of stored digital photos could be compiled, arranged, and analyzed to predict how a person’s face will change over the years. And remember facial recognition technology, which we use when verifying bank accounts (like mobile banking)? Imagine if manipulated images of us were misused for banking purposes—not only draining our own accounts, but also being used as a false identity to deceive and steal from others. And we would be unable to deny it, since the photo in question would indeed look like us.

We do not know, and perhaps cannot yet imagine, how severe digital crimes may become in the future. So it is better to be cautious from now on, rather than blindly following trends and currents.

Wallahu a‘lam bish-shawab — And Allah knows best.