363. Ngantuk Saat Sedang Shalat



Hadist 151. Aisyah diriwayatkan Imam Nawawi; Hadist Bukhari Muslim

14. Bab Seimbang dalam Ketaatan Kitab Riyadhush Shalihin


"𝐌𝐢𝐧𝐭𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐨𝐥𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐀𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐠𝐢, 𝐬𝐨𝐫𝐞 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐝𝐢𝐤𝐢𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐦 (𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫)"

Jika kita bisa istiqamah InsyaAllah kita bisa khusnul khatimah. 

Sebagai manusia sudah pasti iman kita ada naik turunnya. Kita tidak bisa selalu maksimal setiap waktu sepanjang tahun. Untuk itu pada waktu-waktu istimewa maksimalkanlah kesempatan tersebut untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya misalnya pada bulan Muharram, Rajab, Sya'ban dan Ramadhan. Tentu saja bulan Ramadhan adalah bulan terbaik kita mencari pahala sebanyak-banyaknya.

Jika kita merasa hari berantakan, tarawih ngantuk, tidak sempat shalat tahajud, coba evaluasi hari-hari kita. Bagaimana pagi kita, bagaimana sore hari kita, sempatkah kita membaca dzikir pagi dan petang? Ada dosa apa yang kita lakukan hingga Allah mengambil kesempatan kita untuk shalat tahajud dan mengaji? Ingatlah, sesungguhnya ketidaksempatan kita untuk melakukan ibadah dikarenakan ada dosa yang telah kita lakukan. Beristigfarlah untuk itu.
Mungkin dalam melakukan ibadah seringkali kita merasa ngantuk karena kelelahan. Terkadang kita berpikir untuk melawannya. Menahan ngantuk demi melaksanakan ibadah, terdengar hebat? Tetapi sesungguhnya Rasulullah justru menyarankan saat kita ngantuk maka yang harus kita lakukan adalah istirahat. Tidur. Jangan dipaksakan.

Kenapa?

Karena saat kita mengantuk kita tidak bisa mengontrol ucapan dan tidak khusyuk sementara dalam bahasa Arab perbedaan harakat dan makharijul huruf bisa merubah makna yang pada akhirnya justru bisa jadi kata tersebut mencaci diri kita dan merugikan diri kita sendiri.

Itulah pentingnya memahami bacaan shalat. Orang yang tidak memahami bacaan shalat seperti orang yang mengantuk. Jika tidak sanggup, tidak perlu paham secara keseluruhan tapi cukup intinya saja. 

Misalnya arti dari surat pendek yang kita baca. Arti surat Al-Asr misalnya tentang masa, berarti kita harus memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin, jangan sampai menyia-nyiakan waktu dengan hal yang tidak bermanfaat, tidak perlu paham arti ayat-perayat. InsyaAllah itu bisa menambah kekhusyukan kita dalam shalat.
*contoh opini pribadi

Ketika shalat kosongkan hati dan pikiran dari hal lain yang tidak berhubungan dengan shalat termasuk jika kita sedang lapar dan makanan sudah disajikan maka makan dulu lebih baik dibanding kita mengejar shalat awal waktu tapi terpikir makanan di meja makan karena kita lapar. Atau menahan buang angin dan buang air, lebih baik selesaikan dulu hajat kita barulah mulai shalat. Karena sejak takbiratul ihram hati kita sudah harus khusyuk untuk melaksanakan shalat. Ketidakkhusyukan dalam shalat hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Sementara dalam shalat Allah memiliki hakNya untuk diingat oleh hambanNya sebagai Tuhan satu-satunya. Seperti dalam surat Thaha: 14.



Sementara orang yang beriman adalah orang yang khusyuk dalam shalatnya (Al-Mukminun: 1-2)


Jika kita merasa kenapa hidup kita biasa-biasa saja, tidak ada kemajuan padahal kita sudah shalat. Coba tengok shalat kita, apakah sudah kita hadirkan hati dalam shalat? Apakah kita sudah khusyuk selama shalat?

Jika kita khusyuk dalam shalat maka keberuntungan dalam hidup bisa kita raih. Cerdas dan usaha saja tidak cukup. 

Al-Ankabut: 45

Shalat yang khusyuk adalah ketika kita memahami bacaan dalam shalat dan mengingat Allah, untuk itu kita perlu membaca dan memahami Al-Qur'an. Selain itu shalat juga akan mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar. Jika kita shalat tetapi masih tetap melakukan maksiat maka sesungguhnya kita belum mendapatkan esensi shalat tersebut. Shalat yang kita lakukan hanya sekadar gerakan dan menggugurkan kewajiban.

Kualitas tentu saja lebih baik dibanding kuantitas. Ini berlaku untuk segala hal termasuk harta dan ibadah. Contoh misalnya Yusuf bin Ubaid. Beliau adalah seorang imam, tentu saja ibadahnya sudah berbeda level dengan kita yang orang biasa. Namun diantara orang-orang shaleh lainnya, beliau bukanlah yang paling banyak ibadahnya tetapi kualitas ibadahnya sudah pasti sangat tinggi. 

Sementara kita dengan jumlah ibadah yang masih kurang pun kualitas yang masih biasa seharusnya lebih berusaha dalam meningkatkan ibadah baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. 

Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad bahwa Rasulullah di 20 malam terakhir masih mengombinasikan ibadah dan istirahat. Sementara dalam 10 hari terakhir barulah Rasulullah gencar beribadah dan membatasi waktu istirahat secukupnya saja. Ini berarti Rasulullah pun tidak selalu memaksakan diri untuk selalu beribadah dan menyeimbangkan antara ibadah dan istirahat.

Wallahu a'lam bishawab...

No comments:

Powered by Blogger.