Toleransi Beragama



Halo, teman-teman. Kemarin aku sempat update status WA potongan film di atas. tadinya mau bahas sedikit di status WA juga eh tapi kok malah jadi panjang, akhirnya aku up saja di sini ya, itung-itung update postingan baru di blog ini yang kulihat postingan terakhirnya sudah dari tahun lalu, hehe.. 😅✌

Jadi, itu tadi cuplikan dari film Kingdom of Heaven (2005). Film fiksi sejarah (terinspirasi dari sejarah tapi tetap ada unsur fiksi dan dramatisasi untuk kesan entertainnya). Kisah yang terinspirasi dari perang Salib. Waktu itu kekhalifahan Islam dipimpin oleh Khalifah Salahuddin Al-Ayyubi berperang dengan kelompok Salib (Nasrani). Kaum muslim sempat kalah dan banyak warga muslim yang dibantai oleh kelompok Salib jika mereka menolak masuk agama Nasrani. Penyerangan juga dilakukan  tanpa memandang mereka warga biasa atau prajurit. Tetapi pada akhirnya perang dimenangkan oleh kaum Muslim.






Karena sebelumnya kaum Nasrani membantai kaum Muslim, pemimpinnya pun khawatir kaum Muslim akan membantai balik kaum Nasrani. Tetapi Khalifah Salahuddin justru bersikap sebaliknya (seperti yg disampaikan di film) dengan dialog yg saya suka "I am not those men, I am Salahuddin (menekankan bahwa Khalifah Salahuddin tidak akan berbuat demikian, juga pemimpin-pemimpin muslim lainnya). Khalifah Salahuddin menerima kaum Nasrani dan agama lainnya, bahkan Yahudi untuk hidup berdampingan dengan umat Muslim. Mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam dan tetap membiarkan gereja-gereja beroperasi sebagaimana mestinya.




Yang perlu diambil dari kisah perang Salib adalah bagaimana pemimpin bersikap terhadap keberagaman agama. Khalifah Salahuddin Al-Ayyubi menunjukkan bahwa tidak ada paksaan dalam Islam. Berdakwah dilakukan dengan baik bahkan lembut. Toleransi dijalankan agar kehidupan bisa berjalan berdampingan. Yang terjadi belakangan di negara Muslim terbesar di dunia ini, umat Islam sering dipojokkan. Menjalankan syariat dibilang radikal, tidak mengikuti adat dan kebiasaan dibilang intoleran.

Misal, waktu kelompok santri tahfidz menutup telinga ketika mereka hendak divaksin dan panitia memutar lagu-lagu. Dibilang mereka diajarkan radikalisme oleh Ustadz-ustadznya karena menolak mendengar musik, hanya diperbolehkan mendengar lantunan Qur'an. Yang bicara begitu menunjukkan ketidakpahaman betapa sulitnya menghafal Al-Quran kalau hati sudah dirasuki musik. Al-Quran dan musik tidak akan pernah bisa bersatu (coba cari hadistnya). Toh mereka tidak meminta musik itu dimatikan. Mereka hanya membatasi diri mereka sendiri dari itu, tidak merepotkan pihak manapun. Dan kenapa umat Islam yang selalu disinggung soal toleransi? Bukankah dengan begitu justru orang yang komplain yang intoleran? Kalau santri-santri tersebut percaya bahwa musik mengganggu hafalannya kenapa bukan mereka saja yang menghargai kepercayaan tersebut? Toh kepercayaan itu  tidak mengganggu orang lain.

Sebenarnya, toleransi sudah dijalankan oleh kaum Muslim sejak dulu bahkan ada dalam Al-Quran. Rasulullah sendiri menyampaikan "Agamamu agamamu, agamaku agamaku" (Surat Al-Kafirun) Toleransi berarti menghormati pemeluk agama manapun untuk menjalankan sesuai dengan ajarannya masing-masing, bukan berarti kita harus mengikuti kebiasaan agama lain yg bertentangan dengan syariat agama sendiri. Toleransi itu justru dengan membiarkan umat Muslim menjalankan apa yang diperintahkan agamanya dan menghormati juga apa yang dilarang agamanya. Bukan memaksa muslim melakukan hal yang biasa dilakukan di agama lain. Toh muslim juga tidak memaksa pemeluk agama lain untuk melakukan apa yang kami lakukan.

Contoh lain, di dalam Islam sendiri ada yang memercayai mengucapkan selamat Natal itu tidak boleh, ada juga yang membolehkan. Toleransi adalah ketika yang percaya bahwa hal itu boleh dilakukan tidak memaksa yang tidak mengucapkan untuk mengucapkannya juga. Juga tidak julid dan nyinyir. Kenapa? Sesimpel bahwa setiap orang bisa saja memiliki kepercayaan yang berbeda dan itu harus dihargai. Yang mengucapkan silakan mengucapkan kalau memang merasa itu tidak melanggar syariat, tetapi tidak usah memaksa muslim lain untuk melakukan hal yang sama. Apalagi mencap intoleran dan radikal kepada yang tidak mengucapkan. Toh mereka tidak mengganggu jalannya Natal dan sebenarnya umat Kristiani pun tidak ambil pusing soal itu. Diucapkan atau tidak diucapkannya selamat Natal oleh agama lain tidak akan memengaruhi perayaan Natal mereka. Tapi, kita perlu sama-sama belajar juga mana perbedaan yang masih dibolehkan syariat dan mana yang sudah ada ketentuan dasarnya dalam Islam itu sendiri.

"Tapi, umat agama lain sering mengucapkan selamat Idul Fitri atau perayaan umat Islam lainnya, sebaiknya kita juga membalasnya sebagai bentuk toleransi" 

Ya kalau agama mereka membolehkan apa kita harus melarang atau menolak ucapan selamat dari mereka? Sekali lagi, toleransi bukan berarti melupakan aturan agama sendiri.

Sederhananya, toleransi itu "sepakat untuk tidak sepakat". Tidak usah mengusik kepercayaan orang lain yang tidak sesuai dengan kepercayaanmu.

Islam mungkin terkesan banyak larangan, tapi percayalah itu untuk kebaikan kita juga. Itulah kenapa kita perlu belajar agama supaya kita paham atas dasar apa Allah membuat aturan-aturan yang demikian. Dari sekadar sholat wajib 5 waktu saja banyak yang merasa terbebani hingga akhirnya berani meninggalkan, tapi apa Allah butuh sholat kita sampai mewajibkan kita sholat 5 waktu sehari? Bukan. Kita yang butuh Allah. Sholat 5 waktu itu menjaga kita dari perbuatan munkar. Satu maksiat akan menuntun kepada maksiat lainnya. Meninggalkan sholat akan membawa kita kepada perbuatan buruk lainnya. Terus seperti itu. Makanya Allah menjaga kita dari perbuatan buruk dengan mewajibkan kita sholat 5 waktu, supaya dalam sehari semalam kita menemuiNya, mengingatNya sehingga kita akan menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal buruk yang pada akhirnya akan merugikan kita sendiri.

Percaya deh, semakin kita mendekat ke Allah kita akan terenyuh dan terharu betapa Allah menyayangi kita bahkan dengan aturan yang terkadang terasa mengekang padahal itu semua karena Allah sayang 💕


Ps. film fiksi sejarah terinspirasi dari kejadian yang sudah terjadi, tetapi mungkin saja tidak sepenuhnya benar karena tetap ada unsur fiksi dan dramatisasi demi kepentingan hiburan, maka akan lebih bijak jika kita berusaha mencari tau mana yang sesuai dan kurang sesuai dari scene dalam film dengan fakta sejarah sesungguhnya dengan membaca atau mencari video-video penjelasan dan pembahasan dari ahlinya. Jika dalam tulisan saya ini pun ada kesalahan dan kekurangan mohon dikoreksi dengan sopan. Terima kasih.

No comments:

Powered by Blogger.