Peran Ayah dalam Pendidikan Anak








Kegiatan ayah mencari nafkah di luar tidak membebaskannya dari tanggungjawab mendidik anak di rumah. Capek? Ya capek. Tapi tetap tanggung jawab. Nggak bisa ngelak. Mau nggak mau akan ada pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Apa kalau sudah capek cari nafkah di luar lalu ketika Allah tanya bagaimana didikanmu ke anak, "nggak bisa ya Allah, saya sudah capek kerja di luar, sampai rumah udah pingin istirahat aja" Kira-kira bisa kah begitu? Kayaknya nggak deh.

Lalu gimana dengan ibu pekerja? Bisakah ia juga ditoleransi begitu? Kayaknya nggak bisa juga, tuh. Buktinya ibu pekerja tetap dituntut untuk tetap mendidik anaknya di rumah. Banyak contohnya ibu pekerja pulang ke rumah sampai rumah masak buat makan malam keluarganya, habis makan malam ngajarin anak di rumah buat pelajaran besoknya, bantu anak kerjain pr, dll.

Apa bisa nanti si ibu minta toleransi "Ya Allah hamba juga lelah membantu suami menambah penghasilan keluarga. Kan hasilnya buat pendidikan anak juga."

Kenapa para ayah bisa menjadikan lelah bekerja di luar alasan untuk melewatkan mendidik anak?

Lalu si anak minta pertanggungjawaban kepada siapa?

Belum lagi kalau pendidikan yang dimaksud orang tuanya hanyalah pendidikan dunia tanpa memerhatikan pendidikan agamanya. Percuma. Sia-sia. Sudah susah-susah, berlelah-lelah kerja berdua demi pendidikan anak tapi ilmu agamanya kosong.

Sementara yang akan dihisab di akhirat utamanya adalah tentang Tuhannya. Bagaimana seorang manusia mengenal Allah dan taat menjalankan syariat.

Kerjasama yg baik jelas diperlukan. Ada aturan yang awalnya mungkin dibuat oleh ayah, ada yg dibuat ibu. Pelaksanaannya butuh saling mengingatkan. Jangan semuanya ibu, yg ada anak akan punya sudut pandang yg nggak bagus ttg ibunya sendiri. Suka ngatur, suka marah-marah, suka ngelarang ini itu. Sementara ayahnya dg alasan capek kerja di luar, kalau anak ngeluh ini itu dibolehin aja, dibiarin aja. Biar cepat, lah. Ayah nggak mau diganggu. Jadi nggak kompak pengasuhan antara ayah-ibu. Jadinya ayah dianggap easy going, fleksibel, dll. Menimbulkan kesan ayahnya angel ibunya evil.




Di Al Quran ada surat Lukman yg diabadikan sebagai pelajaran dan contoh bagi orang tua mendidik anak terutama soal agama. Pernah di suatu ceramah Ustadz bilang, kenapa Lukman? Seorang ayah, bukan ibu, yg diceritakan di Al-Quran?

Karena tanggungjawab pendidikan keluarga (anak dan istri) memang seharusnya dan sebenarnya menjadi tanggungjawab laki-laki. Kan ada hadistnya, seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban atas pendidikan anak dan istrinya. Lalu kalau nanti ditanya di akhirat, "Duh, gimana ya ya Allah, saya nggak sempat, sibuk kerja cari nafkah, kan cari nafkah juga ibadah, coba tanya istri saya saja ya Allah" Bisa begitu?

Ada lagi kisah Nabi Ibrahim yang mendidik Ismail, Nabi Yakub dan Nabi Yusuf, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, rata-rata yang diceritakan Al-Quran adalah peran ayah terhadap anaknya. Sepenting itu peran ayah dalam pendidikan anak. Dalam hal ini, ibaratnya peran Ibu itu sudah pasti besar, jadi nggak perlu terlalu banyak disebutkan (karena keseharian ibu yg mungkin bisa lebih banyak bersama anak). Dan ini tuh kayak Allah sudah tau (dan memang Allah pasti tahu) bahwa peran ayah ini akan semakin berkurang di masa depan. Terbukti dengan kasus fatherless atau ketiadaannya peran ayah di zaman modern ini.



Ayah dan ibu tentu punya keterbatasan masing-masing. Dari ilmu, dalam menyikapi proses belajar anak, ketersediaam waktu. Pasti ada saja missed-nya. Maka bisa saling mengkaver itu penting. Saling sharing ilmu, diskusi.

Dan kutipan di video bilang, tegasnya orang tua ke anak itu HAK anak. Hak, loh, ya, seharusnya. Jadi sebenarnya tegas itu memang perlu. Bukan malah dianggap tegas ke anak itu "kasihan" dan nggak sayang, khawatir nanti anaknya tertekan, trauma.

Ketegasan terhadap anak itu MODAL dia untuk taat aturan di masa depan. Terhadap apapun yang akan ia hadapi. Kalau nggak dibiasakan taat sedari masih di bawah didikan orang tuanya, dia akan terbiasa tidak taat di luar terhadap orang lain. Sampai dewasa. Ini sama saja kita merusak fitrah, tabiat dan karakternya sejak kecil. Jadi dengan bersikap tegas ke anak, kita memberikan salah satu modal kehidupan padanya.

No comments:

Powered by Blogger.